Jumat, 04 September 2009

Kupu – Kupu Mawar

Jeruji-jeruji besi, duri kawat pembatas taman, kini kian rapuh, usianya pun termakan jaman. Ada iba pada kawat itu sebab ia kini lebih tinggi dari taman-taman bunga yang kini telah tumbuh mekar. Mungkin esok ia takkan terlihat lagi sebab, ada semak-semak yang tumbuh bersama bunga itu.
Gundah gulana kuresah, karena aku yang tersingkir dari bumi pelukis jiwa. Kusanksi bila aku diterima lagi pada tanah kasih yang begitu subur akan keribaan jiwa. Kutatap jauh kawat berduri yang membatasi taman itu, ingatanku mengarah pada kesesalanku sebab ada khilaf yang sedang terbahak-bahak diujung kemenangan. Maafkan aku kasih, Aku belum mampu mengendalikan
diriku untuk lebih paham akan cinta sejati yang kau perjuangkan.
Ada romantika masa lalu, mengintai ketika aku menaksir gadis yang kuanggap lihai. Ia terus mengintai hingga aku menangis mengenangmu. Kasih…ada penyesalan yang betul-betul kurasa perih dalam diri ini, sebab kuakui akan arti dari cintamu. Kupersembahkan nirwana pada bundaran kembang diatas kelopak sayap sang kupu-kupu. Namun mawar seakan tak mengijinkan untuk mendekat sebab ada duri yang siap meruncing.
Terkilir dan terkulai aku mengenangmu kasih, ada kata maaf dari rumpun jiwa yang belum sempat kuucap untuk dirimu. Namun semua itu seakan berlalu seiring dengan kebencianmu akan diri yang hina ini. Kasih…aku akui bahwa ada hati yang terjegal saat engkau berlaku baik padaku, ada derita yang kemudian muncul saat gundah merasa kehilanganmu. Kupu-kupuku, kupejam jingga bila engkau merayu untuk bersandar dipangkuanku. Akan ku ukir tabi'atmu saat bimbang kujalani, sebab aku yang yakin bahwa lelah kini, dalam mencari arti belahan jiwa. Hanya kata ingkar dan karma hidup yang kurasa saat ini. Kasih…kembali lah untuk meracik jingga dibawah rajutan kasih guna kita paham akan hari esok dan kedewasaan hidup.
Kasih…katakan padaku bila masih tersimpan secuil hatimu untuk mendempul asa dibawah lolongan sesalku, agar aku tenang menghimpun hati untuk kubalaskan budi baikmu lewat kasih yang pernah tersembahkan untukku. Sepercik maaf yang kau berikan padaku sama halnya dengan sesamudra bahagia yang kurasa. Maafkan aku yang telah terlanjur menyakiti hatimu hanya karena keegoanku semata. aku terlalu bodoh untuk memahami jiwa yang sedang merindu. Kasih pelupuk mataku mengukir kenangan indah bersamamu dalam rongga-rongga semu kehidupan. Terimalah jeritan maafku, walau diri ini kini hanyalah seonggok kasih yang tak sampai. Namun tegar yang pernah kau ajakarkan betul-betul tersirat dalam diriku. Jika halnya suatu saat engkau paham akan perasaan sesalku hari ini, carilah aku diantara jeruji-jeruji taman, dan kawat berduri pembatas taman itu, aku kini berada diantara ilalang-ilalang ditamanmu dan tertindih dibawah semak-semak itu, matahari pun kini enggan menyapaku. Aku khawatir untuk tumbuh besar dan berkembang karena takut akan kekecewaan kupu-kupu yang datang dan bercumbu denganku, aku takut….maafkan aku…aku trauma dengan semua ini….dan semua ini lantaran egoku yang baru kusesali. Ya Tuhanku maafkan diri ini dan berilah kebahagiaan untuk dirinya yang masih ada dalam hati ini. Ya Tuhanku, akupun kini rela hidup seperti ini dalam keribaan-Mu, walau pedih menderita karena mengenangnya asalkan dirinya yang kini masih kucintai dalam kebahagiaan. Ya Tuhanku, demi taubat sesalku, kabulkan permohonanku, untuk dia yang pernah kusakiti.
Kusemai indah dalam doa dipenghujung kata, walau mungkin ini tersirat pada ilalang yang bermekaran, dan walau engkau hanya mendengar semua ini dibalik kepura-puraan, namun semoga dipahami bahwa ini adalah jeritan pedih seorang insan pengelana yang berada diujung tombak pengembaran karena kupu - kupu yang menyinggahi jiwa.

Tidak ada komentar: