Jumat, 04 September 2009

Senyum Dalam Pekat

Sejenak ku terhenyak dari lamunanku, menukik bayang hingga di alam suram. Padamu kisah kulukis cerita, padamu indah kusayat bahagia. Cerita sedih ku .ini berawal dari sebuah curahan hati yang kugantung pada dinding langit saat aku rebahkan diri menanti bayang dalam alam misteri mimpi. Terbangun kemudian dari tidurku ketika ingatanku menyapa yang tak kuinginkan. Ada kisah yang terkenang, hingga aku harus terdepak dari barisanku menjulang dan menggapai kisah yang kuimpikan. Namun biar dan biarlah, semua itu hanyalah ampas dari deritaku selama ini. Terkadang aku takluk dan tersadarkan bahwa masih ada derita yang lebih pilu menantimu dihari depan, pahami dan hiasi kegagalan dan penderitaan hari ini untuk kau bingkai hari esok.
Ah…, hidup, aku hanya biasmu, mungkin juga hanya bayangmu, kemana kaki kan ku langkahi ketika didepanku nampak jurang yang curam. Apa yang akan aku pilih antara luka tersayat atau pilu yang tiada henti. Jiwaku berdusta tentang kasih sesaat, hati menapik kalau ada rasa yang ingin merasa.
Kini kasih sayangku harus terhempas didermaga cerita. Kutatap dan kulambai engkau yang pergi. Kuingat satu hal ketika engkau beranjak dari tempat kita berdiri dan menggapai tangga kapal yang akan membawamu ketempat yang hanya kulihat dalam peta, bahwa engkau pergi untuk kembali, semoga dan semoga akan seperti yang terucapkan oleh lidahmu. Kuhanya bisa menjawab lewat hati yang kemudian mengacaki mataku.
Basah aku pada dinding-dinding sepi, linangan hati yang menepi akibat ada onak karena rindu, membesukku dipembaringan ini.
Kasih, bila bimbang ini kau tepis dengan khabarmu, mungkin aku tak akan sepedih ini. Kian saat, kian waktu, kutatap nomor yang mengisi kertas tergantung ditembok. Kuhitung-hitung sudah berminggu-minggu bisikmu tak terdengar, candamu tak menyapa, mungkinkah rindukku tak terjawab? Berbagai tanda tanya kini, melingkari kepenatanku. Adakah benar kata orang bahwa jarakmu denganku tak bisa menjamin dekatnya hati kita seperti dulu lagi? Aku cemas, aku resah, aku gelisah.
Kasih, tatap diriku dalam ingatanmu, gerakkan tanganmu untuk memelukku, karena aku sepi dari dirimu. Jika memang sekarang kita ditakdirkan untuk jauh kemudian bersama menjalin kasih yang tertunda ini suatu saat, mungkin piluku hari ini, aku relakan hingga engkau hadir kembali. nAmun bila memang tidak, biarkan aku mendengar kisahmu yang mulai menepis cintaku. Adakah bunga yang kemarin aku titip pada dirimu, kini layu? Bila memang telah terkubur, tiupkan hawa tanah untuk aku pahami, hingga aku mampu terjaga dari rindu ini.


Kupendam kasih demi cinta yang subur, namun kini kurasa ada hati yang terpendam untuk menanti cinta yang hilang. Ya, Tuhanku bila ada hamba-Mu yang bisa ku bagikan parahara hati ini, maka tunjukkanlah, karena aku yang tak mampu menahan parahara ini seorang diri, Ya Tuhanku.

Tidak ada komentar: